ku terdiam menikmati heningnya malam, sembari duduk di tepi bangku
panjang, tempatku biasa menunggu angkot menuju rumah. Beginilah
kehidupan, ternyata hidup memang menyakitkan dengan segala cobaan dari
Tuhan untuk semua umatnya. Demi keluargaku tanpa ragu aku harus
melakukan ini semua. Bekerja hingga larut malam tanpa pernah memikirkan
kebahagiaanku sendiri. Semua harus ku kesampingkan, demi mama dan empat
orang adikku yang harus di topang segala kebutuhannya. Tak pernah
kubayangkan Tuhan memberikanku garis hidup yang begitu rumit, terkadang
ini menyakitkan. Di tinggal seorang papa hanya karena wanita lain. Kami
memulai segalanya dari awal. Tepatnya benar-benar dari nol.
Selesai SMA, aku memberanikan diri menulis surat lamaran kerja. Saat
itu rasanya segala pekerjaan akan ku lakukan, tak pernah berpikir
berapapun gajinya. Yang penting bisa membeli nasi untuk keluargaku.
Segalanya telah kami jual, yang tersisa hanya rumah tempat kami
berteduh. Tapi aku mencoba kuat, karena aku adalah anak yang paling
dewasa. Aku memegang tanggungan yang berat, sudah selayaknya aku menjadi
contoh untuk keempat adikku yang saat itu terlihat begitu depresi
menghadapi cobaan ini. Maklumlah, saat masih ada papa kami adalah
keluarga yang sangat berkecukupan. Semua harta dan kemewahan itu kami
dapat karena papa adalah pemimpin dari sebuah perusahaan yang besar.
Hingga aku dan semua keluargaku menjadi begitu sombong dan angkuh karena
harta dan membuatku lupa akan arti hidup yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar