Rabu, Juni 19, 2013

ikhlas

ku terdiam menikmati heningnya malam, sembari duduk di tepi bangku panjang, tempatku biasa menunggu angkot menuju rumah. Beginilah kehidupan, ternyata hidup memang menyakitkan dengan segala cobaan dari Tuhan untuk semua umatnya. Demi keluargaku tanpa ragu aku harus melakukan ini semua. Bekerja hingga larut malam tanpa pernah memikirkan kebahagiaanku sendiri. Semua harus ku kesampingkan, demi mama dan empat orang adikku yang harus di topang segala kebutuhannya. Tak pernah kubayangkan Tuhan memberikanku garis hidup yang begitu rumit, terkadang ini menyakitkan. Di tinggal seorang papa hanya karena wanita lain. Kami memulai segalanya dari awal. Tepatnya benar-benar dari nol.

Selesai SMA, aku memberanikan diri menulis surat lamaran kerja. Saat itu rasanya segala pekerjaan akan ku lakukan, tak pernah berpikir berapapun gajinya. Yang penting bisa membeli nasi untuk keluargaku. Segalanya telah kami jual, yang tersisa hanya rumah tempat kami berteduh. Tapi aku mencoba kuat, karena aku adalah anak yang paling dewasa. Aku memegang tanggungan yang berat, sudah selayaknya aku menjadi contoh untuk keempat adikku yang saat itu terlihat begitu depresi menghadapi cobaan ini. Maklumlah, saat masih ada papa kami adalah keluarga yang sangat berkecukupan. Semua harta dan kemewahan itu kami dapat karena papa adalah pemimpin dari sebuah perusahaan yang besar. Hingga aku dan semua keluargaku menjadi begitu sombong dan angkuh karena harta dan membuatku lupa akan arti hidup yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar